Hapus tradisi mengumpat dalam Tradisi Bau Nyale di Lombok

“latar belakang Bau nyale”.

Rasanya sakit juga hati ini kalau terus-terusan mendapat SMS dari temen2 yang sedang siap-siap  atau sudah di pantai dan akan melaksanakan tradisi, menjalankan ritual, apa sih istilahnya? Mengikuti Koor Event “Bau Nyale”!! Yakk,!! Dan saya masih di solo (Jawa tengah), di kamar kos, baru selesai teriak-teriak liat Indonesia kalah maen sepak bola 3-1 lawan Turkmenistan di Sigeam (tulisannya gmana sih?), rasanya teringat tahun lalu pas acara serupa digelar, aku kebetulan lagi di Lombok, dirumah,!! Jelas lah aku ikutan acara setaun sekali itu. Namun setelah beberapa kali mengikuti acara tersebut rasanya saya sebagai umat yang sholatnya nggak pernah bolong, rajin puasa, selalu member uang pengemis dan nggak suka nonton bokepnya Miyabi, Sara Tsukigami, Haruna Yabuki, Jill Kelly dan Asia Carrera ini selalu merasa risih pada saat menangkap nyale. (tolong jangan Tanya kenapa saya hafal nama bintang bokep)

Saya risih kenapa? Karena mikirin cewek mana yg bisa dipegang pas lagi rame-ramenya situasi? Bukan (Cuma itu) !! Namun lebih karena tindakan “Nyempate” atau “Nyumpak” atau “Mengumpat” yang secara tidak langsung menjadi tradisi saat acara bau nyale itu tersebut demikian itu.! Moyang kami yang pendidikan agama, PPKN dan matematikanya masih rendah, tidak begitu ngerti kalau mengumpat itu akan menurun ke anak cucu, mereka (dulunya “kami”) percaya bahwa dengan mengeluarkan kata kata kotor seperti “sensored”, “sensored”, “sensored”, “sensored”, dan lain sebagainya akan membuat nyale atau cacing laut yang merupakan penjelmaan dari putri nyale akan makin banyak yang datang ke daerah pantai untuk ditangkap.

Disini saya melihat adanya kemerosotan nilai (Jieeeh,, bahasanya tinggi) dari pandangan mansyarakat terhadap Sosok Putri Mandalika (putri nyale) yang dulunya dalam legenda dianggap sebagai figure anggun dan arif bijaksana sampai bunuh diri demi mencegah pertumpahan darah di gumi gora (Lombok) kini selalu diteriaki “Jabuuuuut Jantaaaang tuan putri” atau yang kalo tidak salah berarti “cabuuuuuut bulu M*m*k tuan putri” saya sendiri nggak tahu “Jantang” itu kata dari dialek mana di Lombok. Hal tersebut dan hal jorok lainnya tentang tuan putri selalu diteriakan dikarenakan ada yang percaya juga kalau cacing laut itu bukan jelmaan seluruh anggota badan Putri nyale, namun hanya bagian rambut, semua rambut, yang diatas maupun yang dibawah.! seolah-olah Legenda Putri mandalike adalah legenda yang meneritakan seorang (maaf) jalang .

Bagaimanapun, saya disini cuman ngoceh aja, sesuai judul Blog saya. “Ocehan Goblok mengenai Dunia” jadi saya tidak mau repot-repot ngasih solusi agar mansyarakat berhenti membuang sampah sembarangan, mencuci piring setelah makan dan mewariskan budaya atau tepatnya kebiasaan “nyempate” saat menangkap Nyale, selain mungkin saran satu-satunya yang paling gampang adalah kalian coba jadi orang seperti saya, Alim dan tidak sombong. Hahaha,,, (silakan muntah, saya sudah muntah duluan kok.!) saran dan tindakan selebihnya saya serahkan pada pemerintah, biar anak mereka nggak makan gaji buta terus.!

BUDAYA ADALAH WARISAN, WARISAN TIDAK CUMA PUNAH, NAMUN JUGA TERCEMAR DAN RUSAK.

SEPERTIHALNYA BUDAYA BAU NYALE INI, SELAIN RUSAK OLEH UMPATAN-UMPATAN KASAR TADI…. (WOEEEY,,, NE CAPS LOCKNYA KOK GAG MATI-MATI Sih) yah, sudah normal lagi,! Oh iya sampek mana tadi? *** umpatan kasar itu juga mungkin akan terus menjadi budaya SELAMANYA, ditambah acara bau nyale menjadi ajang mesum in the smak-smak bagi muda-mudi yang lagi kasmaran. Hmm,,, ironis bagi pulau seribu masjid itu.

Saya sangat mengharapkan Pulau Lombok sebagai tanah kelahiran saya menjadi daerah yang sangat nyaman, maju dan religious. Menghargai tradisi dan budaya, TERUTAMA, kembalikan mata pelajaran MUATA LOKAL di bangku sekolahan. Bagaimana generasi muda bisa mengenal adat-istiadat mereka jika di sekolah sebagai lembaga pendidikan resmi malah menghapus satu-satunya mata pelajaran yang bisa menjadi estavet penyampaian nilai-nilai budaya murni leluhur. Apa yang diharapkan bagi Lombok kedepannya? Modernisasi? Menjadi metropolitan? Pelacur dimana-mana? Macet, penuh tempat protitusi, pemuda-pemudanya alergi budaya kakeknya,?

Hmm. . . . Moga tidak.! Percayalah, dari sekian banyak kota yang sudah saya singgahi, Lombok tetap tempat yang ternyaman.!

3 thoughts on “Hapus tradisi mengumpat dalam Tradisi Bau Nyale di Lombok

  1. hem. . Itu dah jadi tradisi org l
    mbok ja
    ea gk mungkin juga kn dgn berkata kotor bsa buat nyale keluar bnyk itu hanya kta2 org yg lagi pikiran,y kcu mungkin

  2. Perkataan Itu Hanyalah akalan-akalannuya masyarakat setempat yang suka berkata kotor dan tak enak di dengar..
    dan adakh kisahnya sewaktu dlu putri nyale setelah terjun ke laut akan tetapi cacing ( nyale-nya ) itu Langsung keluar banyak Tnpa adanya perkataan Kotor jadi kata2 kotor agr nyale keluar banyak adalah cuman masyarakt yang sedang bau nyale pengen meluangkan p[ikirannya sja.
    Maaf Sotoy.com

Tinggalkan Balasan ke Anonim Batalkan balasan